Kendari – Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Ir. Hugua, M.Ling., melakukan peninjauan langsung ke dua dapur Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Kendari, Senin (29/9/2025). Dua lokasi yang ditinjau yakni dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Markas Komando Brimob Polda Sultra dan Rumah Dapur SPPG Tunggala di Kecamatan Wua-Wua.
Dalam kunjungan yang didampingi Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sultra dan sejumlah pejabat terkait, Hugua menelusuri berbagai fasilitas, mulai dari ruang pengolahan, penyimpanan bahan makanan, dapur utama, hingga mekanisme distribusi ke kendaraan pengantar. Dari hasil pengamatannya, ia menilai pengelolaan dapur MBG di Kendari sudah berjalan sesuai standar yang ditetapkan pemerintah.
“Saya lihat ini keren, sudah standar betul. Para pengelola baik dari PKK maupun pihak swasta bekerja dengan sangat baik. Program MBG ini adalah program nasional yang wajib kita sukseskan. Jangan hanya dilihat dari sisi gizi, tapi juga dari sisi ekonomi yang dampaknya luar biasa besar,” ujar Hugua.
Menurutnya, MBG tidak hanya berfungsi sebagai penyedia makanan sehat, melainkan juga penggerak ekonomi rakyat. Data pemerintah mencatat, sepanjang 2025 saja, dana program MBG yang beredar hingga tingkat kecamatan diperkirakan mencapai Rp107 triliun, dan jumlah itu berpotensi meningkat hingga Rp350 triliun pada tahun-tahun berikutnya.
“Perputaran dana sebesar itu akan memberi stimulus kepada petani, nelayan, koperasi, hingga industri kreatif. Jadi ini bukan sekadar soal gizi, tetapi juga membangkitkan fundamental ekonomi bangsa dari akar rumput,” jelasnya.
Ia mencontohkan manfaat langsung yang bisa terlihat pada anak-anak stunting. “Cukup tujuh hari diberi makanan bergizi, perubahan sudah nyata terlihat. Anak yang tadinya kekurangan gizi bisa tumbuh sehat, cerdas, bahkan kelak menjadi pemimpin bangsa. Itulah kebesaran MBG, revolusi peradaban yang kita jalankan,” kata Hugua.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa keberhasilan MBG sangat bergantung pada koordinasi lintas level pemerintahan. Setiap daerah memiliki kapasitas berbeda, misalnya dapur perkotaan yang bisa melayani 3.000 penerima manfaat, sementara di desa rata-rata hanya 500 orang. “Perlu modifikasi sesuai kondisi, tapi prinsip utamanya harus sama: higienitas, keamanan pangan, dan mutu gizi,” tegasnya.
Ia juga mewajibkan seluruh dapur MBG memiliki Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS) agar kualitas makanan yang disajikan tetap aman dan sehat. Untuk itu, surat edaran Gubernur Sultra disebutnya sudah menjadi pedoman koordinasi dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga desa.
“Semua harus terhubung dan saling melengkapi. Kepala dinas, aparat provinsi, pemerintah kabupaten/kota, sampai desa, wajib bersinergi agar program ini berjalan baik,” tambahnya.
Hugua juga menyinggung kasus keracunan makanan di Kabupaten Buton yang sempat terjadi. Menurutnya, peristiwa itu harus dijadikan pembelajaran. “Itu lebih ke faktor kultur. Misalnya salad dengan mayones belum terbiasa di lidah masyarakat pedesaan. Jadi ini bukan masalah kualitas, melainkan adaptasi. Dari pengalaman itu, kita bisa evaluasi agar lebih baik,” ujarnya.
Dalam kunjungan ke dapur MBG Makosat Brimob, Hugua menyebut pengelolaan sudah ideal. Sementara di Tunggala yang dikelola pihak swasta, mekanisme juga dinilai berjalan baik sesuai SOP. “Ini membuktikan swasta juga bisa ambil peran penting dalam menyukseskan program MBG,” ungkapnya.
Di akhir peninjauan, ia menegaskan komitmen Pemerintah Provinsi Sultra dalam mengawal program prioritas nasional ini. “Hari ini saya turun langsung untuk memastikan kondisi di lapangan, bukan sekadar teori. Saya yakin, dengan SOP yang ketat dan koordinasi yang solid, hasil nyata program ini akan terlihat mulai 2026,” pungkas Hugua.