SULTRA, MUNA – Dugaan pelanggaran hukum dalam pembangunan Pabrik Jagung di Desa Bea, Kecamatan Kabawo, Kabupaten Muna, kini memasuki babak baru yang semakin mengundang tanda tanya. Setelah sebelumnya dinyatakan tidak ditemukan unsur pidana atau perbuatan melawan hukum oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Muna, kini giliran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Muna menerbitkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) atas lahan pabrik tersebut pada tanggal 27 Maret 2025.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk legalisasi bertahap terhadap serangkaian pelanggaran yang telah terjadi sejak tahun 2022, ketika pabrik mulai dibangun Secara ilegal dan beroperasi tanpa dasar hukum yang jelas dan sah.
Aliansi Pemuda Anti Korupsi (APAK) menilai bahwa SHP diterbitkan di atas lahan yang tidak melalui prosedur pengadaan lahan negara dan melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Muna. Bahkan, menurut mereka, akta hibah dari pihak yang mengklaim sebagai pemilik lahan kepada Pemerintah Daerah Muna baru di proses pada awal tahun 2025, tiga tahun setelah pabrik berdiri dan beroperasi secara ilegal dan itu pun setelah kasus ini ramai diketahui publik.
“Ini bukan proses administrasi biasa, ini pola legalisasi pelanggaran yang sistematis dan bertahap,” tegas Hasidi, Koordinator APAK, Kamis (29/5/2025).
Menurut APAK, kasus ini sebelumnya telah “diamankan” oleh Kejari Muna tanpa ada alasan. Hal ini baru terungkap ketika Ombudsman RI Perwakilan Sultra melakukan pemeriksaan langsung ke Kejari Muna dan mendapati bahwa kejaksaan telah menutup dan menyatakan tidak ada pelanggaran hukum dalam kasus tersebut, tanpa adanya ekspos atau penjelasan ke masyarakat.
Pada Bulan Maret 27 2025, BPN Muna menerbitkan SHP atas nama Pemda Muna, seolah semua syarat administrasi telah terpenuhi dan tidak ada pelanggaran.
APAK, Pun telah mengajukan Surat secara resmi kepada Kepala Kantor BPN Muna untuk mendapatkan salinan dokumen-dokumen yang menjadi syarat penerbitan SHP, sesuai dengan:
Permen ATR/BPN No. 18 Tahun 2021 tentang Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, serta
Permen ATR/BPN No. 16 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Adapun tiga dokumen yang diminta adalah:
1. Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan tentang persetujuan penerbitan SHP,
2. Salinan sertifikat hak pakai (SHP),
3. Salinan dokumen permohonan SHP dari Pemda Muna.
Namun, permintaan ini ditolak oleh Kepala Kantor BPN Muna dengan alasan bahwa dokumen tersebut adalah “Dokumen negara.”
“Penolakan itu jelas melanggar Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Ini bukan dokumen rahasia negara, melainkan dokumen administratif yang menyangkut pengelolaan aset negara. Penolakan ini justru memperkuat dugaan adanya skandal. permintaan dokumen tersebut karena kami menilai Penerbitan SHP oleh BPN Muna cacat Hukum dan cacat administratif, bagaimana bisa SHP bisa diterbitkan sementara Pabrik Jagung sudah berdiri dan di kelolah kurang lebih 3 tahun secara ilegal dan Melanggar Tata Ruang Wilayah Kab. Muna. Ucap Hasidi.
Lebih lanjut, APAK menyayangkan fakta bahwa pabrik jagung yang sebelumnya dibangun dan dikelola secara ilegal justru dibiarkan beroperasi dan dilaunching berkali-kali oleh berbagai pihak, termasuk oleh Plt Bupati Muna. Bahkan, aparat penegak hukum dan sejumlah instansi lain ikut Ikutan memberikan apresiasi setinggi tingginya secara terbuka, dan seolah Olah tidak terjadi pelanggaran sama sekali.
“Ini menjadi pertanyaan besar: ada apa di balik pabrik jagung ini? Bagaimana mungkin sebuah fasilitas yang berdiri dan beroperasi tanpa legalitas bisa mendapat dukungan luas dari instasi pemerintah dan AparatPenegak Hukum di Muna ?” kata Hasidi.
Sebagai langkah lanjutan, APAK telah menerima tanggapan resmi dari Jaksa Agung RI Melalui Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kementerian ATR BPN atas laporan yang dikirimkan beberapa bulan sebelumnya.
Kini, mereka Dalam Waktu Dekat ini tengah mengagendakan Bersurat dan audiensi langsung ke tiga institusi utama:
Jaksa Agung RI,
KPK, dan
Kementerian ATR/BPN.
Kordinator APAK Menjelaskan “Disanalah Fakta Hukum akan berbicara mulai dari perencanaan pembangunan Pabrik, legalitas Tanah, pelanggaran LokasiTata Ruang Wilayah, Penerbitan SHP, Pengelolaan Secara ilegal, Launcing Launcung Ilegal, Kerja sama Ilegal tanmpa Perda, Apresiasi – Apresiasi Pengelolaan Pabrik Oleh Pemda dan APH.
APAK, akan membawa dokumen tambahan dalam pertemuan tersebut, termasuk data yang diduga menunjukkan adanya kolusi, penyalahgunaan wewenang, pelanggaran tata ruang dan agraria, serta kemungkinan Dugaan gratifikasi dan suap dalam proses penerbitan SHP.
“Ini bukan semata soal Letak Legalitas lahan Pabrik Jagung. Ini adalah persoalan bagaimana institusi negara dijadikan alat untuk melindungi pelanggaran hukum. Negara tidak boleh tinggal diam, Kami akan tempuh seluruh jalur hukum hingga ke pusat untuk menghentikan praktik ini,” tutup Hasidi.
Tim













