Example 728x250
BeritaDaerah

Bahas RUU Kabupaten/Kota, Komisi II DPR RI Kunjungi Sultra: Empat Daerah Didorong Diakui Sejarah dan Kekhususannya

143
×

Bahas RUU Kabupaten/Kota, Komisi II DPR RI Kunjungi Sultra: Empat Daerah Didorong Diakui Sejarah dan Kekhususannya

Sebarkan artikel ini

KENDARI – Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Ir. Hugua, M.Ling., menerima kunjungan kerja Komisi II DPR RI dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kabupaten/Kota pada Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025. Pertemuan tersebut digelar di Ruang Pola Kantor Gubernur Sultra, Kamis, 17 Juli 2025.

Rombongan Komisi II dipimpin oleh H. Mohammad Toha, M.Si., bersama sejumlah anggota lintas fraksi seperti M. Taufan Pawe (Golkar), Fauzan Khalid (NasDem), Ali Ahmad (PKB), Kyai H. Aus Hidayat Nur, serta Rusda Mahmud. Hadir pula unsur Forkopimda Sultra, para bupati/wakil bupati, termasuk dari Muna, Buton, Konawe, dan Kolaka.

Ketua rombongan, Mohammad Toha, menjelaskan bahwa kunjungan ini bertujuan menyerap aspirasi daerah sebagai bagian dari tugas Panitia Kerja (Panja) RUU Kabupaten/Kota. Fokus utama adalah penyesuaian regulasi pembentukan kabupaten yang telah lama berdiri seperti Muna, Buton, Konawe, dan Kolaka dengan amanat UUD 1945.

“Kami ingin mendapatkan masukan konkret, termasuk unsur sejarah dan budaya yang khas dari tiap kabupaten. Sultra kaya akan warisan kerajaan dan kesultanan, dan itu harus diakomodasi dalam kerangka konstitusi,” tegas Toha.

Ia meminta seluruh masukan disampaikan secara tertulis paling lambat Senin mendatang, untuk dibahas dalam tahap finalisasi RUU.

Suara Daerah: Sejarah, Budaya, dan Sengketa Wilayah

Sejumlah isu penting disampaikan perwakilan kabupaten dalam forum tersebut:

Kabupaten Muna menyoroti pentingnya penetapan Hari Jadi Daerah dan pengakuan atas karakteristik kepulauan.

Wakil Bupati Buton menekankan urgensi pengakuan Kesultanan Buton, dukungan terhadap pemekaran Provinsi Kepton, serta kritik terhadap dominasi aspal impor di tengah potensi Aspal Buton.

Kabupaten Konawe mengangkat kasus perpindahan desa di Kecamatan Routa ke wilayah Morowali, Sulteng, akibat lemahnya kehadiran biro pemerintahan provinsi dalam sidang batas wilayah.

Kabupaten Kolaka meminta penguatan identitas budaya Kerajaan Mekongga sebagai unsur penting dalam RUU.

Wakil Gubernur Hugua dalam sambutannya menegaskan bahwa Buton adalah kerajaan besar berusia lebih dari 400 tahun dan setara secara historis dengan Ternate, Gowa, hingga Yogyakarta.

“Jika Ternate bisa menjadi provinsi karena sejarahnya, maka Buton pun punya legitimasi sejarah yang kuat untuk menjadi provinsi tersendiri,” ujar Hugua.

Terkait sengketa Pulau Kawi-Kawia, Hugua menegaskan bahwa status wilayah tersebut telah jelas dan sah masuk dalam wilayah Kabupaten Buton Selatan, Sultra, berdasarkan:

UU No. 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan.

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 24/PUU-VI/2018, yang menguatkan status Pulau Kawi-Kawia sebagai bagian dari Sultra.

“Keputusan MK bersifat final dan mengikat. Pengkodean administratif oleh Kemendagri harus segera disesuaikan untuk mencegah polemik berkepanjangan,” tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Mohammad Toha menyatakan bahwa masukan daerah akan menjadi bahan pertimbangan penting dalam penyusunan RUU. Ia mengapresiasi kekayaan budaya dan sejarah Sultra serta menegaskan bahwa dasar hukum terkait Kawi-Kawia sudah sangat kuat.

“RUU ini sedang menyasar 254 daerah. Sebanyak 132 sudah rampung, tersisa 112 yang masih dibahas. Kami komit menyelesaikannya bersama kementerian terkait sesuai amanat konstitusi,” ujarnya.

Kunjungan kerja ini menjadi momentum strategis untuk menegaskan eksistensi historis dan kekhususan daerah di Sultra dalam bingkai regulasi nasional. Pemerintah provinsi dan kabupaten diminta segera menyampaikan dokumen resmi sebagai bahan hukum yang sah dalam pengambilan keputusan di tingkat pusat.(ADV)